KAB BOGOR,Gerakan Mahasiswa Dan Pemuda Bogor (Gempar) telah melakukan kajian komprehensif terkait dengan dugaan adanya pelanggaran dalam proses pembangunan kawasan perumahan skala besar dikawasan Summarecon Bogor dengan luas lahan sebesar 500 hektar, yang berlokasi dikecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Jumat (25/04/2025).
Berdasarkan kajian dilapangan yang dilakukan oleh team advokasi Gempar pada tanggal 7-20 April 2025, sebagai respon atas terjadinya kerusakan hutan lindung yang menyebabkan banjir dan tanah longsor di Kabupaten Bogor pada bulan Maret lalu. Ditemukan fakta bahwa pembangunan perumahan tersebut telah melanggar tata ruang wilayah, RT/RW, Kabupaten Bogor dan pembangunan tidak sesuai dengan fungsi lahan Perumahan .
Berdasarkan Perda nomer 19 tahun 2008 lahan tersebut diperuntukan untuk kawasan hutan lindung, dan untuk resapan Air. Lahan tersebut kini sudah beralih fungsi dengan peraturan daerah nomer 11 tahun 2016 tentang RT/RW yang kini menjadi kawasan Perumahan.
Pada tahun 2020 Summarecon Bogor memulai pembangunan diatas lahan yang berdasarkan Perda tersebut adalah lahan pemukiman pedesaan bukan pemukiman Perkotaan skala besar. Artinya pembangunan perumahan Summarecon tidak sesuai Aturan. Seharusnya Pemerintah Kabupaten Bogor melakukan tindakan tegas kepada pihak perumahan Summarecon.
Diduga adanya pengkondisian berupa Gratifikasi yang dilakukan oleh pihak pengembang Summarecon Bogor, dan kami dari Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Bogor meminta Gubernur Jawa Barat untuk turun tangan dan menindak tegas aparat pemerintah Kabupaten Bogor yang bermain dilahan perumahan Summarecon Sukaraja Kab Bogor.
Untuk itu kami dari Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Bogor menuntut segera :
1. Hentikan seluruh kegiatan pembangunan di lokasi Summarecon dan kembalikan Fungsi lahan sebagai daerah resapan Air dan hutan lindung.
2. Menindak tegas Kepala Dinas Bappeda Litbang dan DPMPTSP untuk mundur dari jabatanya.
3. Meninjau ulang perijinan yang telah diberikan termasuk AMDAL, PBG dan ijin lokasi.
“Pembangunan yang tidak berlandaskan hukum merusak lingkungan dan mengabaikan kepentingan publik bukan hanya bentuk pelanggaran administratif tetapi juga pengkhianatan terhadap prinsip pembangunan berkelanjutan dan keadilan ekologis,” ujar Faqih Restu .
Reporter : (Asm)
Editor : Red